Ketika itu, pertengahan bulan Desember, tepat tiga hari sebelum natal. Udara mulai dingin, namun belum bersalju. Penduduk di desa Gorock mulai bersiap-siap merayakan natal di rumah (https://trisnadewanti.wordpress.com) mereka masing-masing. Beberapa pria terlihat sibuk menyeret ujung pohon cemara yang baru saja mereka tebang di halaman, sementara para wanita cenderung berada di dalam rumah. Menjahit baju-baju lama, membakar kue-kue kering, ataupun membersihkan perapian untuk persiapan musim dingin yang hampir tiba. Tak terkecuali ibunya, Rosalia, yang kini tengah sibuk diantara tumpukan-tumpukan kuali tanah liat berisi kalkun-kalkun yang telah dibumbui dan kue-kue jahe yang siap dibakar. Samar-samar terdengar denting logam-logam beradu dari arah gudang, sedikit ke arah timur laut dari rumahnya. Ayahnya, Carlos, satu-satunya (https://trisnadewanti.wordpress.com) pembuat senjata di desa ini. Keahliannya dalam menempa besi-besi panas telah diakui oleh para penduduk di desa ini. Hampir semua penduduk desa Gorock memilikinya di rumah-rumah mereka, walaupun hanya sekedar untuk berjaga-jaga dari serangan para babi hutan di musim panen.
Kira menghela napas, meletakkan buku yang baru saja dibacanya di atas meja kayu lebar di depan perapian. Api menjilat kayu-kayu bakar hingga merah dan membara (https://trisnadewanti.wordpress.com). Sesekali terdengar derak halus dari dalam perapian, memuntahkan serpihan-serpihan kayu yang mengabu ke udara. Ia mengambil pengungkit disamping perapian, mengayunkankannya ke udara seolah-olah pedang yang haus darah. Gelombang rasa kecewa memaksanya untuk meletakkannya kembali, persis di posisi semula. Ia hanyalah seorang wanita yang nasibnya telah ditentukan sejak alam semesta pertama kali diciptakan. Memasak hingga kuku-kuku menghitam akibat jelaga, mengurus anak-anak kecil (https://trisnadewanti.wordpress.com) yang tak pernah berhenti menangis, serta menjahit lubang di baju-baju yang kian lusuh akibat sering dicuci. Sungguh membosankan. “Aku ingin menjadi seorang prajurit!”, Kira kembali mengambil pengungkit di samping perapian, membiarkan dirinya hanyut dalam fantasi medan perang antar kerajaan yang haus kekuasaan, bergerak maju, memutar, dan..
PRANG
Kira terkejut sesaat, kemudian menghela napas lega. Sebuah bola kristal menggelinding ke sudut ruangan, masih utuh, persis di balik (https://trisnadewanti.wordpress.com) pot besar berisi cemara kecil yang baru saja dihias kemarin. Kira berjongkok, menyelipkan salah satu tangannya, dan mengambilnya. Benda ini milik kakaknya, Taff. Ia adalah kebanggaan keluarganya dan desanya. Satu-satunya penduduk desa Gorock yang berhasil menjadi prajurit kerajaan Gillia. Kira sangat mengagguminya sejak kecil, terutama permainan pedangnya yang luar biasa. Rasanya (https://trisnadewanti.wordpress.com) sudah lama sekali mereka tidak saling bertemu sejak tugas pertamanya di ibukota, tepat tiga tahun yang lalu. Kira menghela napas dan meletakkan bola kristal tepat di tempat semula, tak terkecuali pengungkit di tangan kirinya.
Kira membuka pintu, memaksa udara dingin bulan Desember berhembus ke dalam dan menerpa wajahnya yang pucat. Ia mengambil mantelnya (https://trisnadewanti.wordpress.com) yang tergantung asal-asalan dibalik pintu, memasang sepatu boot, menyelipkan sepasang kaus tangan yang sudah setengah kumal, dan berjalan keluar. Ia menatap puncak pegunungan Torr yang memutih. Tepat dibaliknya, ibukota kerajaan Gillia terhampar luas. Hampir separuh rakyat Gillia bermukim disana, (https://trisnadewanti.wordpress.com) termasuk Taff. Kira menyarungkan kedua tangannya di kantung mantelnya. Saat itu senja terlihat mulai menggelayut di sisi barat, memancarkan cahaya berwarna merah keemasan. Ia ingin berjalan-jalan sedikit.
Ia mulai menyusuri jalan setapak berliku hingga ke alun-alun. Kira menarik tangan kanannya dari kantung mantelnya. Beberapa uang logam beradu di dalam kepalan tangannya. Terbayang olehnya rasa gect, minuman dari campuran (https://trisnadewanti.wordpress.com) akar-akar kayu girys dan toćhr, di bulan Desember. Manis dan hangat. Kira hampir sampai di alun-alun ketika sebuah jeritan samar mengusik dirinya. Ia terdiam, mencoba mencari sumber suara yang baru didengarnya. Agak jauh dari tempatnya berdiri, sebuah rumah bata yang temboknya tidak di-cat berdiri tegak. Sebuah pohon natal kecil mengintip dari balik jendela yang memancarkan cahaya terang kekuningan. Instingnya mengatakan (https://trisnadewanti.wordpress.com) bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia memandang sekeliling. Cemara! Pilihan yang hebat. Kira buru-buru sembunyi, menyandarkan tubuhnya, memejamkan kedua matanya, dan perlahan-lahan menurunkan penghalang yang mengelilingi benaknya.
Kira merasakan sakit di bagian atas kepalanya. Puluhan, bahkan ribuan suara berjejal-jejal di ujung telinganya. Sepertinya ia (https://trisnadewanti.wordpress.com) terlalu banyak menggunakan kekuatannya. Ia berkonsentrasi, berusaha sekuat tenaga untuk memilah suara-suara yang membombardir indra pendengarnya. Sejak kecil, Kira memiliki kemampuan untuk mendengar suara sehalus apapun dalam radius puluhan meter. Aliran sungai Joreé di kaki pegunungan Torr, hiruk pikuk para penyabung ayam di alun-alun, bahkan denyut tumbuhan tempatnya bersandar. Walaupun demikian, ia masih kesulitan untuk mengendalikannya. Tidak ada yang tahu akan hal ini selain dirinya. Ia menghela napas (https://trisnadewanti.wordpress.com). Agak sedikit lelah, namun sudah mulai terdengar. Lima orang pria dan tiga orang wanita.
TIDAK MUNGKIN!
Suara seorang pria terdengar sangat marah, bercampur dengan isak tangis dua orang wanita setengah baya dan seorang anak perempuan. “Kami sungguh menyesal harus mengantar kepulangan putra anda dalam kondisi seperti ini.” Suaranya agak (https://trisnadewanti.wordpress.com) lebih berat sedikit dari yang sebelumnya. Seketika isak tangis kembali memenuhi kedua telinganya. “Apa yang terjadi?” Kali ini suara seorang wanita. “Tidak ada yang tahu. Jenazahnya sudah seperti ini saat pertama kali ditemukan oleh penduduk setempat.” Kira mendengarkan dengan seksama. “Makhluk apa yang telah menyebabkan kematian anak kami?” tanya wanita yang sama. “Kami tidak ingin berspekulasi, namun ada desas-desus bahwa kaum perapal mantra kegelapan telah bangkit. Hening sesaat (https://trisnadewanti.wordpress.com). Kira merasakan tengkuknya meremang. Mendadak ia menyadari sesuatu yang aneh telah terjadi. Keheningan ini terlalu dibuat-buat. Ia buru-buru melindungi benaknya, membiarkan suara-suara itu menjauh, dan melangkah cepat-cepat sambil berharap salju segera turun untuk menghapus jejaknya. Ia mengambil jalan memutar ke rumahnya, sedikit lebih jauh dari biasanya. Kaum perapal mantra kegelapan, ia menggumam. Sesuatu telah terjadi di Gillia.