Malam itu, kilatan cahaya kuning pucat membelah keheningan hutan pinus di sebelah barat daya kota Gillia, persis di kaki pegunungan Torr. Seorang lelaki berjubah hitam turun dari kudanya. Tubuhnya besar dan tegap, kepalanya bertudung, dan separuh wajahnya tertutup topeng keemasan. Sebuah pedang besar bermata ruby terselip di pinggangnya. Di depannya, seorang lelaki bertunik hijau tua meringkuk kesakitan. Tubuh dan wajahnya ramping. Ujung telinganya yang runcing mencuat sedikit disela-sela rambutnya yang hitam. Ia seorang elf. Lelaki itu berpegangan, berusaha berdiri, energinya terkuras akibat serangan yang tadi. Ia menggapai pedangnya. Celaka, sarung pedangnya kosong! Seulas senyum kemenangan terukir dalam di wajah si lelaki bertudung.
Ia sudah benar-benar berdiri sekarang. Wajahnya mengeras, waspada, namun tidak menghapus sisa-sisa keanggunan yang melekat secara alami pada dirinya. Ia menaikkan dagunya yang runcing, menantang, “Kami tidak akan pernah memberikan buku itu kepada siapapun.” Senyum lelaki bertudung itu menghilang, “Elf sialan! Serahkan atau kau akan kubunuh disini.” Ia tertawa, “Memang apa yang bisa dilakukan oleh seorang perapal mantra rendahan sepertimu padaku?” Lelaki bertudung itu spontan mengangkat tangan kanannya, tepat ke arah lelaki bertunik, telapak tangannya berpendar kekuningan. “Sombong sekali kau, Elf! Mudah sekali bagiku untuk membunuhmu saat ini juga. Aku tahu buku itu ada di balik tunikmu!” Seketika kilatan cahaya kuning pucat melesat cepat, membelah keheningan hutan pinus yang kini berkabut. Lelaki bertunik itu jatuh. Ia menghampirinya dan merobek tuniknya. Buku itu ada disana. Persis seperti perkiraannya. Ia pun tertawa.
nice detail…Goood!